Sabtu, 06 Agustus 2011

Review - Musikal Laskar Pelangi (1)

Music News

Selasa, 05 Juli 2011 08:55

Musikal Laskar Pelangi : Sebuah Karya Agung Pertunjukan Dari Para Maestro Bag. 1

Musikal Laskar Pelangi
Ruang Teater Jakarta Taman Ismail Marzuki malam itu, dipenuhi sekelompok orang.
Tepat pukul 19.00 pertunjukan dimulai dengan munculnya sebuah tulisan Musikal Laskar Pelangi di sebuah layar yang membatasi pandangan penonton dan para pemain di panggung.
Lalu disusul dengan kemunculan pantai dan hujan serta diiringi musik bernada ceria dari orkestrasi yang mengiringi semua adegan.
Setelah itu tampak sebuah pabrik timah yang megah, orang-orang dari suku sarung, warung kopi, serta manusia yang lalu lalang melintasi panggung.
Sebuah mobil ( yah benar-benar sebuah mobil nyata) menurunkan sesosok pemuda berkemeja dan dengan dandanan orang kota, yang kemudian kita ketahui bernama Ikal.
Ikal melakukan sebuah monolog membuka semua dialog dalam pertunjukan musikal malam itu, " Namaku Ikal. Aku orang asli Belitong."
Dan kemudian musik orkestrasi berganti dengan irama melayu nan rampak ditingkahi dengan koreografi yang menampilkan lenggang serta step ( suatu pola lantai pada gerakan kaki yang khas sebagai dasar tari Melayu) dan dibawakan dengan lincah oleh sekelompok penampil dengan kostum karyawan PT Timah sambil menyanyikan lagu berlirik " hoi..hoi..hoi..hoi.. Kami ini anak Belitong asli… Sekali jadi kuli tetaplah jadi kuli..nasibmu takkan berubah" suatu lirik sederhana, namun provokatif dengan koreografi berbalutkan unsur komedi.

Dan adegan demi adegan, lagu demi lagu, set demi set , serta emosi demi emosi mengalir menghanyutkan setiap penonton sesudahnya.
Menyaksikan Musikal Laskar Pelangi, kita seperti diajak untuk melihat sebuah pertunjukan sinematik yang dibawakan secara langsung dan dengan lagu tentunya.
Mira Lesmana dan Riri Riza sebagai "orangtua" yang membesarkan cerita yang diangkat dari novel laris Andrea Hirata ini jelas memperlakukan Laskar Pelangi sebagai "anak" mereka yang trengginas dan cerdas serta mampu merebut hati semua orang.
Namun kali ini Riri Riza dan Mira Lesmana "mengasuh anak" dan membiarkan para seniman luar biasa untuk turut memberi si "anak" pelajaran dan kesempatan bereksplorasi dengan kecerdasannya.
Sebut aja ada Erwin Gutawa sebagai komposer dan penata musik, sebagai elemen utama sebuah pertunjukan musikal.
Erwin mampu memberikan unsur megah layaknya orkestra, riang gembira serta playfull layaknya musik Melayu pesisir dalam setiap overture musik pengiring pertunjukan musikal yang diangkat dari film inspirasional tersebut.
Dengarkan saja lagu Nasib Tak Kan Berubah dalam adegan Inilah Kampong Gantong sebagai lagu yang dinyanyikan sekelompok pegawai timah di awal pertunjukan. Erwin mampu menghadirkan perpaduan gesekan strings, betotan bas, rentak gendang, suling dan instrumen lain. Segenap penonton tidak kuasa untuk menolak bergoyang kepala atau sekedar kaki.
Atau di nomor Nasib Tak Kan Berubah 2 dan Nasib Telah Berubah, Erwin kembali menghadirkan nuansa Melayu yang membuat saya, terus terang, kangen untuk berjoget Melayu.
Jelas pengalaman puluhan tahun seorang maestro musik di Indonesia, serta pengalamannya mengiringi konser penyanyi Melayu terkenal Malaysia, Siti Nurhaliza, membantu Erwin dalam memasukkan nyawa Melayu ke dalam seting panggung negeri Belitung tersebut.
Namun, Erwin pun tidak kalah piawai menyajikan nuansa melankolis dan dramatis ke dalam sajiannya.
Dalam repertoire yang disajikannya dalam Jari-Jari Cantik di adegan Toko Sinar Harapan, Erwin mampu menggoda kita untuk tersenyum, seiring dengan karakter Ikal yang jatuh cinta ketika berkunjung ke sebuah toko untuk membeli kapur tulis.
Atau unsur karnaval meriah dalam Karnaval di lagu Mahar & Alam, Erwin memasukkan unsur marching band yang meriah dan membahana di dalam adegan ketika pasukan Muhammadiyah Gantong berkompetisi melawan SD P.N Timah dalam pertunjukan seni 17 Agustus-an.

Erwin pun mampu menghadirkan musik yang melelehkan air mata dalam overture Blues Nasib Tak Kan Berubah dalam adegan Semua Berduka di Timur Gantong. Atau di nomor Salam Perpisahan dalam adegan Berita Dari Lintang. Balutan orkestrasi ditingkahi oleh suara sayup gendang melayu dan suling. Menyayat hati dan membuat semua meneteskan air mata.
Semua overture yang dipedengarkan malam itu, bertambah kuat daya magisnya dengan sentuhan lirik dari Mira Lesmana. Liriknya sederhana, tanpa perlu memperhatikan rima , namun memberi penekanan pada emosi keseluruhan lagu.
Efek cahaya, tata panggung dan segala detilnya, juga merupakan elemen yang sangat berperan dalam pertunjukan Musikal Laskar Pelangi periode ke dua ini.
Di sinilah kepiawaian seorang Jay Subiyakto,sebagai production designer diperlihatkan.
Musikal Laskar Pelangi periode dua ini terlihat lebih rapih dan efisien serta taktis dalam perubahan setiap setnya.
(bersambung ke part 2)
(tz/bc)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar